LKBH PERMAHI: Menduga keras adanya tindakan ilegal mining dan wanprestasi PT. BSR 

by -1 views

Ambon, Pena-Rakyat.com – Dugaan aktivitas tambang ilegal (illegal mining) di wilayah Seram Bagian Barat (SBB) Maluku, kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI bersama Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan PT. Manusela Prima Mining rapat yang dipimpin wakil ketua komisi XII, Bambang Haryadi, mengungkapkan adanya potensi kerusakan lingkungan serta pelanggaran izin tambang dalam proses sengketa hukum yang masih berlangsung “Untuk hari ini, kami fokus pada laporan masyarakat terkait perizinan dan keterkaitanya dengan sistem MODI,” Ujar Bambang pada Kamis 10 Juli 2025 lalu.

Direktur Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Radhi Samal menyebutkan, Pihak Dirjen Minerba telah menegaskan dalam kesimpulanya saat RDP bahwa Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 326 PK/Pdt/2024 telah memberikan kepastian hukum terhadap kepemilikan dan hak operasional tambang kepada pemohon PK, Putusan ini bersifat final dan wajib dieksekusi demi menjamin keadilan dan kepastian hukum.

Lanjutnya, Kasus ini kini menjadi perhatian serius DPR RI karena menyangkut tata kelola tambang yang berpotensi menimbulkan konflik  hukum dan  dampak lingkungan di wilayah Maluku.

Dalam  rapat tersebut, disebutkan nama Jaqueline Margareth Sahetapi yang diduga melakukan aktivitas pengapalan material tambang menggunakan tiga kapal tongkang tanpa sepengetahuan PT. Manusela Prima Mining, pemegang IUP resmi.

Dalam rapat tersebut perjanjian kontrak kesepakatan yang di buat sebagai bentuk kepemilikan saham 70 persen dalam PT. manusela Prima Mining oleh PT. bina Sewangi Raya diduga tidak melakukan kontrak kesepakatan kerja yakni tidak membangun prlabuhan dan smelter sebagai bentuk kepemilikan saham 70 persen sehingga perjanjian kontrak itu memenuhi unsur wanprestasi

berdasarkan isi Pasal 1243 KUH Perdata, setidaknya terdapat 3 unsur wanprestasi, yaitu:

1. ada perjanjian;

2. ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan

3. telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.

Menurut Radhi seharusnya kesepakatan kerja antara keduanya harus dipenuhi, apalagi sementara ini sengketa di DPR RI masih terus berjalan, tidak boleh ada oprasi pertambangan sebelum adanya penyelesaian sengketa agar tidak menimbulkan konflik hukum yang berkepanjangan serta berdampak pada lingkungan sekitar daerah pertambangan.”Tutupnya.