IMM Ambon meminta Kepala BIN RI copot Kabinda Maluku

by -128 views

Ambon, Pena-Rakyat.com – Rabu (30/04/2025) Konflik sosial kembali meletus antara warga Negeri Tial dan Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Dua komunitas yang dalam tradisi Maluku dikenal sebagai gandong saudara seakar dan setanah kembali terjebak dalam ketegangan yang berkepanjangan. Upaya mediasi yang dilakukan oleh Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, sejauh ini belum mampu meredam eskalasi.

Melihat eskalasi yang berulang, Fungsionaris IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Cabang Ambon Rifaldi Loilatu, secara tegas mengkritik kegagalan aparat negara, Dalam hal ini Kepala BIN Daerah (Kabinda) Maluku, dalam mengelola dan mengantisipasi konflik. Loilatu bahkan mendesak Kabinda Maluku untuk mundur dari jabatan.

“Konflik sosial yang terus membara sejak Idul Fitri hingga kini menunjukkan bahwa mekanisme deteksi dini dan respons cepat aparat keamanan lumpuh total. Ini kegagalan serius yang harus dievaluasi oleh Kepala BIN,” tegas Loilatu,

Lanjut, Konflik yang kembali meletus antara warga Negeri Tial dan Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah merupakan bukti yang kesekian kali kegagalan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Maluku dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Kegagalan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Maluku dalam mengatasi konflik horizontal karena kurangnya deteksi dini dan pencegahan terhadap potensi konflik. Kata Loilatu

Lanjut, Konflik yang kembali meletus antara warga Negeri Tial dan Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah belakangan ini membuktikan bahwa penanganan konflik sosial selama ini, jangankan tuntas, efektif pun belum.

Lebih lanjut, Loilatu menilai situasi ini merupakan bukti bahwa fungsi negara dalam menjamin rasa aman, damai, dan kesejahteraan masyarakat tidak berjalan. Kegagalan mengelola konflik horizontal, menurutnya, bukan hanya berdampak pada korban langsung, tetapi jugaKonflik yang kembali meletus antara warga Negeri Tial dan Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah menciptakan trauma sosial yang lebih luas. negara tidak hanya bertugas memadamkan konflik ketika sudah meledak, tapi wajib melakukan pencegahan dini. Ketidakmampuan membaca dinamika sosial dan mengantisipasi potensi gesekan menunjukkan kegagalan fungsi intelijen dan keamanan di tingkat lokal,” tandasnya.

Loilatu mencontohkan bagaimana dampak nyata konflik, seperti aksi blokade jalan raya, bukan hanya menghambat aktivitas ekonomi, pendidikan, dan layanan kesehatan, tetapi juga menambah beban psikososial warga yang tidak terlibat langsung dalam bentrokan.

Badan Intelejen Negara Daerah Maluku, Pemerintah Daerah Maluku serta Aparat Keamanan harus lebih tanggap dan efektif dalam mengatasi sejumlah konflik horizontal di masyarakat. Sehingga setiap muncul konflik, tidak bisa dijadikan alat oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah persatuan Warga Masyarakat Maluku,”Tutup Loilatu.” (AT)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.