Ambon, Pena-Rakyat.com – Sabtu (21/06/2025) Aliansi Pemuda dan Peduli Rakyat Maluku (AP2RM) menegaskan bahwa kasus hilangnya Pelipus Taurwewar di atas KM Sanus 87 bukan semata-mata musibah pribadi, melainkan bentuk kelalaian yang terang-benderang dari institusi pelayaran di daerah, khususnya Dinas Perhubungan Provinsi Maluku, Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Ambon, serta nahkoda kapal.
Bendahara Umum AP2RM, Amar Heluth menyatakan bahwa peristiwa ini telah menyingkap lemahnya sistem pengawasan dan pelaksanaan prosedur keselamatan pelayaran di wilayah timur Indonesia. Amar menyebut bahwa kejadian ini sudah menyentuh ranah pelanggaran hukum.
“Ini bukan lagi soal kehilangan satu orang penumpang, ini soal tidak berfungsinya sistem yang seharusnya melindungi ribuan penumpang setiap bulannya. Dinas Perhubungan dan KSOP seolah hanya hadir secara administratif, tanpa mekanisme kontrol yang sesungguhnya,” kata Amar.
Amar mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya Pasal 205 yang menegaskan tanggung jawab penyelenggara angkutan laut atas keselamatan penumpang. Ia juga menyoroti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Standar Operasional dan Prosedur Keamanan dan Keselamatan Penumpang Kapal Penumpang Dalam Negeri, yang mewajibkan adanya verifikasi manifest, pengecekan keberadaan penumpang selama pelayaran, dan pelaporan setiap insiden secara cepat.
“Kalau seorang penumpang bisa hilang tanpa diketahui oleh nahkoda, itu artinya tidak ada patroli, tidak ada pencatatan debarkasi, dan tidak ada pengawasan internal kapal. Maka seluruh rantai otoritas dari nahkoda, KSOP, sampai Dishub wajib bertanggung jawab, secara administratif maupun secara hukum,” tegasnya.
AP2RM menuntut Gubernur Maluku untuk memanggil Kepala Dinas Perhubungan guna menjelaskan secara terbuka kinerja pengawasan pelayaran rakyat di wilayahnya. Mereka juga meminta Kementerian Perhubungan RI mengirimkan tim investigasi langsung ke Ambon untuk memeriksa sistem pengawasan Syahbandar serta memproses pertanggungjawaban nahkoda secara profesional.
“Kalau ini didiamkan, berarti negara mengizinkan rakyat kecil hilang tanpa perlindungan hukum. Pelipus Taurwewar menjadi simbol gagalnya negara menjamin hak warga atas transportasi yang aman,”tutup Amar. (AT)